Sudahkah Diri Ini Merdeka? (My Another Reflection)
Tepat tanggal 17 Agustus 2020 lalu, negara kita tercinta, Republik Indonesia merayakan hari kemerdekaannya yang ke-75. Apa itu makna dari kemerdekaan? Benarkah bangsa kita sudah merdeka?
Apalagi di tahun ini ada yang berbeda dari perayaan kemerdekaan yang tak sama seperti biasanya. Upacara tujuhbelasan yang diadakan pun hanya dihadiri segelintir saja. Di tempat kerjaku sendiri, yang biasanya mengadakan upacara lengkap dengan hiburan vokal grup yang luar biasa, tahun ini terpaksa ditiadakan. Hal ini tidak lain dan tidak bukan dikarenakan wabah Covid-19 yang entah kapan berlalu dari negeri ini.
Sebagai seorang yang mengaku diri penulis, tentu saja harus selalu mengacu pada KBBI. Nah, berdasarkan KBBI, definisi merdeka itu sendiri berarti bebas (dari penghambaan, penjajahan, dan sebagainya, berdiri sendiri. Bisa juga berarti tidak terkena atau lepas dari tuntutan, tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu.
Maka sudahkah diri ini merdeka?
Beberapa hari lalu, rasanya diri ini merasa sudah merdeka. Ketika kutemukan satu makna mengenai merdeka yaitu berhasil mengalahkan diri sendiri. Iya. Sejatinya kita semua bisa dikatakan menang, bila berhasil melawan diri sendiri, bukan orang lain. Mengapa? Karena selamanya kita tidak bisa menyamakan standar kita seperti orang lain. Jangan menyamakan dengan sepatu orang lain.
Kukatakan diri ini sudah merdeka, salah satunya karena berhasil melawan ketakutan sendiri. Hampir dua tahun, aku resmi menjadi pemegang SIM A. Berhasil mengendarai mobil merupakan prestasiku yang terhebat. Bagaimana seorang yang mengidap anxiety disorder (gangguan kecemasan), seorang yang dulunya seringkali berhadapan dengan pasien korban kecelakaan lalu lintas dari luka ringan hingga meregang nyawa. Lalu suatu ketika akhirnya bisa berada di balik kemudi. Bagiku itu sudah merupakan prestasi luar biasa. Yang mungkin bagi sebagian orang bukan hal yang perlu dibesar-besarkan. Nah, begitulah yang kumaksudkan bahwa kita tidak bisa menyamakan dengan sepatu orang lain. Sesuatu hal yang bagiku luar biasa, mungkin bagi orang lain itu biasa, begitu juga sebaliknya.
Tapi rasanya ada yang suatu keraguan lagi menyelimutiku.
Benarkah diri ini sudah merdeka?
Kutatap butiran pil pahit yang harus kukonsumsi beberapa hari terakhir ini. Ah, rasanya sudah mencapai sebulan dengan riwayat tiga kali bolak-balik rawat jalan. Jenuh? Tentu saja! Sudah lama sekali sakit bronkitisku tidak kambuh, namun justru di musim pandemi, kembali radang paru yang disebabkan riwayat alergi ini kembali menyerang. Karena sakit ini juga aku harus merelakan beberapa deadline yang harus kuikhlaskan, termasuk menulis. Huft. Kapan ya, aku bisa merdeka dari segala obat-obatan ini?

Jadi, apakah aku sudah merdeka?
Bila merujuk makna merdeka adalah menang melawan diri sendiri, bisa jadi aku belum merdeka. Aku belum bisa mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya yang merupakan visi dari setiap tenaga kesehatan. Bukankah aku juga merupakan bagian dari tenaga kesehatan itu sendiri? Seorang pelaku penyuluh kesehatan yang ternyata belum sehat sepenuhnya.
Namun kembali lagi. Jangan-jangan itu hanyalah merupakan opini diriku sendiri. Bukankah salah satu kemenangan yang harus kuperjuangkan adalah menyingkirkan kata-kata bernuansa negatif yang terngiang-ngiang di telinga. Ya.
Merdeka adalah hakku. Merdeka adalah pilihan. Bila aku mendengarkan yang tak baik, itu artinya aku kalah. Itu artinya aku membiarkan pikiran-pikiran buruk menguasaiku. Itu artinya aku tak berhasil menang melawan diri sendiri.
Merdeka adalah acceptance. Menerima diri kita apa adanya. Menyadari segala potensi dalam diri, baik dan buruk, adalah yang menjadikan kita sosok manusia utuh.
Bila aku sudah berhasil menyingkirkan keraguan dan ketakutanku untuk mengemudi, kini giliranku menyingkirkan keraguan akan kekuatan fisik ini. Mungkin tubuhku tak sekuat orang lain, tapi memangnya siapa yang menyuruh membandingkan dengan orang lain? Merdekalah dengan melawan diri sendiri. Sakit fisik, juga sesuatu yang harus dilawan. Bila memang perlu obat, maka gunakanlah. Apapun, yang penting jangan hanya diam. Sepertiku yang pernah melawan gejala sakit psikis dengan mendatangi beberapa terapis. Itu pun merupakan suatu perjuangan. Itu pun merupakan langkah awal dari meraih kemerdekaan.
Akhirnya, apakah aku sudah merdeka? Memangnya merdeka itu apa? Yang pasti merdeka adalah sesuatu yang harus diperjuangkan dan hanya kita sendiri yang bisa memperjuangkannya. Ya, merdeka atau belum merdeka, semua ada di tangan diri sendiri.
Bandar Lampung, 23 Agustus 2020
Jangan lupa luangkan waktu menulis naskah untuk event spesial Nubar Area Sumatera dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia.
nulisbareng/EmmyHerlina