Jalan ini selalu mengingatkanku akan dirinya. Senin hingga Jumat selalu kulalui. Jalan utama ini penuh dengan truk kontainer dan mobil besar yang mengerikan. Jantungku selalu berdegup dengan cepat saat melawati. Namun, bukan karena mereka yang super menakutkan untuk pengendara motor. Tapi, memori akan dirinya yang memboncengku terputar kembali.
Kenangan tentang dirinya memang tak banyak terekam. Hanya ada beberapa tempat dengan hitungan jari yang pernah Kami kunjungi. Tapi, semua itu melekat terlalu erat. Seperti permen karet yang menempel ke rambut.
Jalanan yang tak pernah berarti awalnya, terekam di memori. Tempat makan yang tak pernah kudatangi akhirnya menjadi kenangan yang berarti.
Ya, Andai saat itu aku menyadari perasaan yang kurasa. Sayangnya, perasaan ini datang terlambat.
Seperti lagu Maudy Ayunda ‘Cinta Datang Terlambat’
Takku mengerti mengapa begini
Waktu dulu kutak pernah merindu
Tapi, saat semuanya berubah
Kau jauh dariku, pergi tinggalkanku
Mungkin, memangku cinta
Mungkin, memangku sesali
Pernah tak hiraukan rasamu dulu
Aku hanya ingkari, kata hatiku saja
Tapi, mengapa kini
Cinta datang terlambat.
Aku Saja yang Mengenang
Terkadang cinta itu aneh, datang tak diundang pulang tak diantar, eh kok, seperti mantra jalangkung, ya, hihi.
Kini, perasaanku hanya tinggal kenangan. Kenangan akan dirinya, wajahnya, senyumnya, celotehannya, rambutnya, alisnya, matanya, tangannya dan pesannya yang selalu ada di memori handphone-ku
Mmm… Aku ingin bertemu juga ingin melepas. Melepasnya yang tak bisa kuraih dan kugenggam tangannya. Terlalu sulit terlalu banyak rintangan. Bukan, karena aku tak berusaha. Tapi, sepertinya hanya Aku yang bejuang.
Biarlah, semua kenangan tersimpan melekat erat di memoriku. Ya, biar hanya aku yang merasakan. Namun, cukup di sini saja, ya. Biarkan, semua menjadi sebuah kenangan.
Cibitung, 5 Juli 2020
Nulisbareng/putrizaza